(foto: Syauqi Fatah M)
Memutuskan menjadi sosok sociopreneur (orang yang menggalakan bisnis sosial untuk memberikan manfaat bagi masyarakat dan lingkungan) tentu bukanlah perkara mudah. Terlebih ditengah ketatnya persaingan bisnis saat ini.
Kondisi tersebut seakan menjadi sebuah tantangan yang dijalani oleh sosok perempuan muda, Siska Nirmala untuk berbagi manfaat terhadap sesama dan lingkungan. Sabtu siang, (20 /1/ 2024), dengan pribadinya yang ramah tamah, HIPPMI berkesempatan melakukan wawancara singkat, menyerap inspirasi dari salah pegiat lingkungan Zero Waste Adventure dan owner Toko Nol Sampah.
Seperti diketahui, sampah yang dihasilkan dari kehidupan sehari-hari hingga kini masih menjadi persoalan serius di kota-kota besar, termasuk juga Kota Bandung. Upaya perbaikan itu tentu juga membutuhkan perhatian besar dari masyarakat, khususnya kalangan muda saat ini. Sehingga tak heran gaya hidup Zero Waste selalu dikampanyekan oleh seorang pendaki bernama Siska Nirmala.
Dalam bahasa Indonesia, gaya hidup zero waste berarti nol sampah. Meskipun tidak sepenuhnya bebas sampah, gaya hidup zero waste mampu meminimalkan jumlah sampah yang kita Anda hasilkan setiap hari.
Bagaimana ceritanya Anda yang awalnya seorang jurnalis berubah menjadi aktivis lingkungan?
Sewaktu saya jadi jurnalis di Pikiran Rakyat, saya sering bersinggungan dengan isu-isu lingkungan. Background saya di kampus ikut MAPALA yang akhirnya juga bersinggungan dengan isu lingkungan. Awal muncul keresahan tentang isu lingkungan itu dimulai tahun 2010 waktu saya melihat sampah di Gunung Rinjani.
Apakah Zero Waste Adventure merupakan sebuah komunitas?
Zero Waste Adventure adalah gerakan individu yang saya mulai tahun 2012. Kenapa individual, karena waktu itu tidak terpikirkan untuk dijadikan sebuah komunitas. Motivasinya berawal dari sebuah pertanyaan “Bisa gak sih kita berkegiatan di alam bebas tapi tidak menghasilkan sampah.” Karena saya lebih banyak mengenalkan gaya hidup Zero Waste melalui kegiatan adventure yang lebih mudah diterima oleh anak muda. Awalnya pada suka naik gunung sehingga persoalan sampah yang awalnya mereka lihat di gunung itu menjadi perhatian serius bagi anak muda. Akhirnya sudah banyak komunitas yang menerapkan Zero Waste ini sehingga Zero Waste Adventure ini tidak perlu menjadi sebuah komunitas.
Apa tantangan selama mengkampanyekan gaya hidup zero waste?
Orang-orang mungkin selalu penasaran apakah bisa kita menerapkan gaya hidup zero waste? Karena pendekatan yang saya lakukan menyenangkan melalui petualangan, jadi anak muda lebih mudah untuk menerima. Jadi, pendekatan melalui adventure ini sangat efektif bagi saya untuk mengenalkan isu lingkungan ke generasi muda karena mereka lebih suka pendekatan yang menyenangkan daripada yang menggurui.
Mengapa gaya hidup zero waste itu penting?
Menurut saya, ini sudah saatnya kita sadar terhadap masalah sampah karena sudah nyata banget persoalannya. Apalagi ada kasus kemarin sampah tidak diangkut selama 1 bulan itu sudah cukup membuat kita gelisah. Kalau masalah sampahnya tidak diselesaikan dari hilir itu tidak akan selesai-selesai, mau sampai kapan. Jadi, sudah segenting itu kondisinya dan harus sudah dimulai gaya hidup zero waste ini. Mungkin kesadaran anak muda sekarang sudah lebih aware terhadap persoalan ini.
Apa itu toko nol sampah?
Itu keinginan saya untuk mendirikan toko dari tahun 2016, namun baru terealisasi tahun 2020. Saya butuh supporting system untuk saya pribadi memenuhi kebutuhan sehari-hari tanpa harus ada kemasannya, juga bisa menjadi supporting system untuk teman-teman yang lain yang sedang menerapkan gaya hidup zero waste dan ternyata memang banyak. Karena saya juga senang berkomunitas, jadi jaringan tokonya bisa meluas melalui mulut ke mulut tanpa ada marketing promo yang begitu gencar. Memang motivasi awalnya bukan untuk bisnis atau sumber penghasilan tapi menyediakan solusi untuk orang-orang. Ada profitnya tapi tidak besar. Namun yang saya senang tokonya bisa bertahan selama 3 tahun di tengah banyak toko lain yang tutup karena Covid-19. Kalau saya mengejar profit sudah pasti tokonya akan tutup di tahun pertama karena tidak sesuai ekspetasi, tapi kalau tujuannya sebagai solusi, mau bagaimanapun caranya tokonya pasti dipertahankan.
Tips atau motivasi untuk anak muda yang ingin membuka toko yang sama?
Toko yang seperti ini bisa dilakukan mengikuti kemauan pasar. Kita bukan mencari pasar tapi membentuk pasar dulu. Orang mungkin melihat toko curah itu gambarannya seperti Buckstore yang ada di luar negeri, padahal bisa dimulai dari toko kelontong biasa aja, menyediakan kebutuhan sehari-hari seperti beras, minyak, telur, bumbu-bumbu dapur, sayuran, dan lain-lain tapi pembeli diharuskan membawa wadah sendiri dari rumah. Biasanya sambil berjualan saya sambil bertanya ke pembeli biasanya apa lagi yang dibutuhkan mereka. Jadi, sesuai kebutuhan aja tanpa harus semua langsung ada. Karena saya juga memulai dari 1 rak bumbu-bumbu dapur dan seiring waktu terus berkembang menjadi 2 – 3 rak, produknya juga bertambah secara pelan-pelan.
Toko Nol Sampah ini mengadopsi konsep Green Business, apa itu Green Business?
Green Business itu mengacu pada 3P: People, Planet, Profit. Jadi profitnya tetap harus ada tapi bukan orientasi utama. People, Planet, Profit itu kita pertama berdampak dulu tidak bagi orang-orang, bermanfaat atau tidak bagi orang-orang. Kemudian bisnisnya yang tidak merusak lingkungan, dan profit itu tetap harus ada karena toko harus survive, tapi yang utamanya itu berdampak dulu baru profitnya.
Apakah Toko Nol Sampah atau konsep Green Business ini cocok untuk dijadikan sumber penghasilan biaya hidup sehari-hari?
Kalau untuk biaya hidup itu kita juga harus memikirkan. Awalnya saya membuat toko ini bukan untuk biaya hidup, Jadi ketika sebelum membuka toko ini saya sudah investasi, keuangan untuk menghidupi toko dan keuangan untuk biaya hidup sehari-hari. Sesuai target awal memang dari 3 tahun pertama saya tidak mengharapkan profit dari tokonya, dan itu sudah dipikirkan sejak awal bahwa 3 tahun pertama saya harus membangun sistemnya terlebih dahulu.
Pesan atau Motivasi untuk sobat HIPPMI?
Jangan takut untuk melakukan perubahan. Karena perubahan itu harus dilakukan oleh anak-anak muda. Kita tidak bisa mengandalkan generasi lama untuk berubah, tapi kitanya yang membuat perubahan.