Teater : Media Tingkatkan Kepercayaan Diri

(Sejumlah pemudi melakukan latihan peran sebelum pementasan di Ruang Pementasan Tertutup Taman Budaya Dago Tea House, Kota Bandung./ H Muthahari).

Teater merupakan salah satu bentuk seni pertunjukan yang telah ada sejak zaman dahulu. Teater bisa menjadi media tingkatkan kepercayaan diri, seseorang dapat mengekspresikan dirinya dengan berbagai cara. Baik sebagai aktor, sutradara, atau penulis naskah, setiap individu memiliki kesempatan untuk menyalurkan emosi, pikiran, dan kreativitas mereka.

Teater juga menjadi sarana bagi penonton untuk merasakan berbagai emosi yang ditampilkan oleh para aktor. Dalam panggung teater, segala macam karakter dan cerita dapat dihadirkan, sehingga memberikan ruang bagi penonton untuk memahami dan merenungkan kehidupan.

Begitupun suasana yang didapatkan HIPPMI saat mengunjungi persiapan tim Pagelaran Kabaret Dakwah bertajuk “Demi Masa Circle”, When Friendship Become Toxic di Taman Budaya Dago Tea House pada Kamis malam (8/2/2024). Beberapa anak muda terlihat serius berlatih peran menggunakan properti berupa panahan diatas panggung. Sementara sebagian lagi terlihat berdiskusi dan mengevaluasi persiapan yang telah dilakukan menjelang pementasan.

( Stage Manager Pagelaran Kabaret Dakwah bertajuk “Demi Masa Circle”, Febby Febriansyah (paling kanan) menerangkan proses persiapan pementasan didampingi Ketua Pelaksana Kegiatan tersebut, Yudi Nagasena (paling kiri) di Ruang Pementasan Tertutup Taman Budaya Dago Tea House, Kota Bandung./ H Muthahari).

“Tantangannya cukup berat untuk mempersiapkan pementasan di H-2 acara. Mengingat mayoritas aktor yang berperan dalam kabaret ini adalah anak baru. Sehingga penggodokan mental, ekspresi, penjiwaan serta gestur terus dilakukan.” ujar Stage Manager Pagelaran Kabaret Dakwah bertajuk “Demi Masa Circle”, Febby Febriansyah.

Meskipun seni pertunjukan kabaret tak menggunakan dialog atau lip sync namun dasar-dasar pementasan teater diberlakukan dalam pagelaran kabaret yang dipersiapkan oleh tim Trilogi Production. Seperti penguatan gestur aktor yang harus siap berubah sepersekian detik. Mengingat dalam alur pementasan kabaret tersebut, aktor harus bisa merubah gestur dari menangis menjadi marah ataupun sebaliknya.

“Kabaret tentu berbeda dengan seni longser yang mana secara perpindahan gestur aktor lebih bertahap atau lembut. Sementara dalam pementasan Kabaret lebih cepat.” tambah Febby atau lelaki yang akrab disapa Akang Ebie.

Disinggung mengenai manfaatnya, Akang Ebie menilai seni pertunjukan kabaret ini bisa menjadi media meningkatkan kepercayaan diri anak muda. Khususnya untuk tampil di depan banyak orang. Itu terbukti dengan beberapa anak didiknya yang sebelumnya pemalu, namun setelah mengikuti pelatihan menjadi berani tampil didepan umum.

Wajar perubahan sikap itu terbentuk dikarenakan dalam latihan kabaret, pengolahan tubuh seperti ekspresi dan emosi menjadi keharusan yang dikuasai para aktor. Sehingga secara tidak langsung bisa meningkatkan kepercayaan diri para aktor.

“Dipanggung ada bentukan mental karena para aktor tidak hanya sekedar berperan tetapi ada juga terror dari penonton atau apresiasi. Sehinga para aktor harus tetap fokus dalam berperan. Jika aktor kurang dari segi mental ia akan terbawa suasana terutama jika ada terror dari penonton seperti teriakan atau cemoohan.” tambah akang Ebie.

Ungkapan senada diucapkan ketua pelaksana pagelaran tersebut yakni Yudi Nagasena. Menurutnya pendalaman karakter dan kematangan emosinal seorang aktor menjadi peranan penting dalam sebuah pementasan. Proses itulah yang membentuk keprofesionalan seorang aktor. Selain itu dalam berlatih seni kabaret ini, secara tidak langsung memberikan manfaat dalam kehidupan sehari-hari seperti melatih kedisiplinan dan tanggung jawab.

“Keprofesionalan seorang aktor menuntut tanggung jawab untuk siap menjalankan peran yang diberikan. Bahkan dalam situasi tertentu seorang aktor harus siap memainkan peran lain diluar rencana awal bila ada sesuatu kendala diluar dugaan karena pada prinsipnya pementasan harus tetap berlangsung dalam kondisi apapun.” papar Yudi.

Adapun soal tanggung jawab, dia menambahkan, khusus untuk di pagelaran saat ini, para aktor tidak dimanjakan dari segi fasilitas, seperti make up dan properti yang akan ditampilkan.Hal itu dilakukan untuk melatih tanggung jawab dan mengeksplor lebih kreatifitas seorang aktor.

“Mereka dirangsang untuk kreatif dengan potensi yang ada dalam peranan yang diberikan” ujar Yudi.

Seperti diketahui, pementasan Pagelaran Kabaret Dakwah bertajuk “Demi Masa Circle”, When Friendship Become Toxic dipentaskan pada Sabtu (10/2/2024) di Taman Budaya Dago Tea House, Bandung. Kabaret ini bercerita soal perjalanan figur anak muda yang berubah menjadi baik dan buruk karena faktor lingkungan pertemanannya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *